Tafsir Al Fatihah

Surat Al Fatihah merupakan induk dari surat-surat yang ada di Alquran. Makna dari Al-Quran terangkum dalam 7 ayat yang ada di Surat Al Fatihah. Artikel ini akan mengulas tentang tafsir Surat Al Fatihah ayat 1-7 menurut Ibnu Katsir.(Muhammad Nasib, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir Jilid 1).

Tafsir Surat Al Fatihah

Sebagaimana yang tertulis dalam Alquran, bahwa ayat pertama Al Fatihah merupakan bacaan Basmalah,

Ayat pertama

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ

Artinya: Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.

Ada perbedaan pendapat mengenai tafsir Surat Al Fatihah ayat pertama ini, karena biasanya kalimat basmallah merupakan pemisah antar surat, sebagaimana yang diriwayatkan Abu daud dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah tidak mengetahui pemisah surat sehingga diturunkanlah bismillahirrahmaniraahim.

Ibnu Abbas mengemukakan sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Abu Daud. “Barangsiapa yang berpandangan bahwa ia termasuk Fatihah, berarti ia berpendapat bahwa membacanya harus zahir dalam sholat, dan orang yang tidak berpendapat demikian, berarti membacanya secara sir (tidak keras).

Ayat kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَۙ

Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam,

“Segala uji kepunyaan Allah” yaitu rasa syukur yang hanya diperuntukan untuk Allah Subhanahu Wata’ala semata bukan kepada hal lain yang merupakan ciptaan-Nya. Sebab Allah telah menganugerahkan nikmat kepada hamba-Nya. Oleh karena itu, bagi Rabb kitalah segala puji, baik pada masa awal maupun akhir.

Huruf alif dan lam pada kalimat al hamdulillah ditunjukan untuk mencakup segala jenis pujian yang merupakan hak Allah Subhanahu Wata’ala. Sebagaimana kata Rabb yang hanya boleh ditunjukan pada Allah, bukan yang lainnya.

Ayat ketiga

: الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِۙ

Artinya: Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang,

Ar-Rahman Ar-Rahim menunjukkan makna “sangat”. berarti Allah menegaskan bahwa Allah merupakan pemberi rahmat di dunia dan akhirat. Allah menggunakan frase “Maha Penyayang” khusus bagi kaum mukmin, dan tidak boleh ada hambaNya yang menggunakan nama tersebut.

Ayat keempat

مٰلِكِ يَوْمِ الدِّيْنِۗ

Artinya: Pemilik hari pembalasan

Dia, Allah adalah pemilik hari dunia dan akhirat. Kata Dia kepada hari akhirat disebabkan di sana tidak ada siapapun selain Allah Subhanahu Wata’ala yang mengklaim akhirat sebagai miliknya dan tiada seorangpun yang dapat berbicara melainkan atas izin Nya.

Ayat kelima

اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ

Artinya: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.

Kata iyyaka merupakan objek yang didahulukan untuk tujuan pembatasan supaya tujuan pembicara fokus pada apa yang akan diutarakan.

Kalimat “Hanya kepada Engkaulah kami beribadah” kalimat ini menunjukkan penyucian diri dari kemusyrikan.

Kalimat “Hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan” merupakan penyucian dari apa yang telah diusahakan dengan menyerahkan segala hanya kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung.

Ayat keenam

اِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيْمَ ۙ

Artinya: Tunjukilah kami jalan yang lurus,

Ayat ini mengandung dalil yang menganjurkan ber-tawassul dengan sifat-sifat yang tinggi dan amal saleh. Setelah seorang hamba mengagungkan sifat Allah dan beramal saleh untuk Allah, kemudian ia memohon akan kebutuhannya.

Ayat ketujuh

صِرَاطَ الَّذِيْنَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ ەۙ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّاۤلِّيْنَ

Artinya; (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepadanya; bukan (jalan) mereka yang dimurkai, dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Pada kalimat “Jalannya orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka” menafsirkan “Jalan yang lurus”. Jalan yang telah diberi nikmat yaitu jalan orang-orang yang telah menaati Allah dan RasulNya.

Penggalan “Bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” Hal ini merupakan orang-orang yang mengingkari perintah Allah dan ajaran para RasulNya. Mereka yang tidak memiliki pengetahuan dan mengikuti kesesatan, mereka itu adalah orang-orang yang tidak mendapatkan petunjuk Allah Subhanahu Wata’ala.

Melalui tafsir berikut, semoga kita dapat mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, sehingga kita tergolong hamba yang taat akan perintah Nya dan mampu menjauhi segala larangan-Nya.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *